UPAYA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE


Upaya pelestarian kerusakan hutan mangrove di beberapa daerah baik dipulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, maupun Papua telah telah dilakukan berkali-kali (Rimbawan, 1995; Sumarhani, 1995; Fauziah, 1999). Upaya ini biasanya dilakukan oleh pemerintah berupa proyek yang berasal dari Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan maupun dari Pemerintah Daerah setempat namun hasil yang diperoleh relatif tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah (Saparinto, 2007). Upaya pelestarian kerusakan hutan mangrove tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga dilakukan oleh masyarakat yang ikut berpartisifasi membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup khususnya ekosistem hutan mangrove dengan metode yaitu konservasi, reboisasi dan rehabilitasi (Rahmawaty,2006).

Kusmana (2005:8) menyatakan bahwa secara umum semua habitat pohon mangrove didalam kawasan hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat memperbaiki kondisinya seperti semula secara alami dalam waktu 15-20 tahun apabila (1). Kondisi normal hidrologi tidak tertanggu; dan (2). Ketersedian biji dan bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi normal atau mendekati normal tetapi biji pohon mangrove dapat mendekati daerah rehabilitasimaka dapat direhabilitasi dengan cara penanaman. Oleh karena itu habitat pohon mangrove dapat diperbaiki tanpa penanaman maka rencana rehabilitasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan pohon mangrove.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 43 tentang kehutanan bahwa dalam kaitan kondisi hutan mangrove yang rusak pada setiap orang yang memilikimengelola atau memanfaatkan hutan mangrove wajib melaksanakan rehabilitas untuk tujuan perlindungan konservasi. Rudianto (2007) menyatakan bahwa salah satu cara melindungi hutan mangrove adalah dengan menunjukan suatu kawasan hutan mangrove sebagai kawasan konservasi dan sebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai.

Menurut Sugandhy (1994) bahwa ada beberapa permasalahan yang terdapat dalam kawasan hutan mangrove yang dengan upaya pelestarian kerusakan hutan mangrove yaitu :

  1. Pemanfaatan ganda yang tidak terkendali.
  2. Permasalahan tanah yang timbul akibat sedimentasi yang berkelanjutan.
  3. Konservasi kawasan hutan mangrove menjadi kawasan lain.
  4. Permasalahan sosial ekonomi.
  5. Permasalahan kelembagaan dan pengaturan hukum kawasan pesisir dan lautan dan.
  6. Permasalahan informasi kawasan pesisir.

Menurut Anita (2002) bahwa usaha-usaha yang harus dikembangkan dalam upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove antara lain :

  1. Perlindungan kawasan hutan mangrove yang nilai konservasi tinggi.
  2. Peremajaan perlu dilakukan pada hutan mangrove yang telah rusak untuk memulihkan fungsi dan untuk meningkatkan nilai manfaat langsungnya.
  3. Pencagaran hutan mangrove hendaknya berdasarkan kriteria yang jelas dan pertimbangan yang rasional.

Sugiarto (1996) menyatakn bahwa kawasan hutan mangrove banyak dikonservasi dalam kawasan terpisah maupun kawasan tergabung dalam cagar alam, suaka marga satwa dan taman nasional berdasarkan pada empat strategi pokok konservasi yaitu pelindung proses ekologis dan penyangga kehidupan kawasan pengawet keragaman sumber daya flasma nutfah, pelestarian pemanfaatan jenis hutan mangrove, serta tata guna dan tata ruang kawasan hutan mangrove.

Menurut Perum Perhutani (1994) dalam pelaksanaan reboisasi (penghijauan) kawasan hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Pengadaan Bibit.

Pada umumnya bibit tanaman mangrove masih diambil langsung dari alam yaitu induk pohon mangrove karena saat ini belum ada pengusaha yang khusus memperbanyak bibit tanaman mangrove kemudian bibit dikelompokan berdasarkan jenis dan besar tanaman mangrove.

  1. Seleksi Bibit.

Untuk melakukan seleksi bibit tanaman mangrove harus diperhatikan beberapa haldiantaranya pertumbuhan batang, cabang, daun dan akarnya serta memperhatikan kesehatan bibit apakah cacat terkena penyakit atau hama tanaman.

  1. Persemaian Bibit.

Lokasi persemaian bibit sebaiknya tidak jauh dari daerah yang akan direboisasi tetapi sebaiknya pada daerah yang agak terlindung dari gempuran ombak laut dan memiliki cukup lumpur sebagai media tanam.Selain itu lokasi persemaian perlu dibuat pagar pembatas sebagai pelindung untuk menghindari gangguan kepiting bakau (Neosarmatrium Meinerti).

  1. Media Semai.

Untuk media semai tanaman mangrove harus berupa lumpur hutan mangrove yang diambil langsung disekitar kawasan hutan mangrove.

  1. Pengangkutan Bibit.

Setelah bibit cukup umur untuk ditanam, maka bibit tanaman mangrove diangkut kelokasi penanaman pohon mangrove dengan menggunakan wadah angkut sebaiknya berupa kayu atau plastik kontainer berdasarkan jenis dan ketinggian bibit.

  1. Penanaman Bibit.

Penanaman bibit tanaman mangrove di lokasi penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari karena cahaya matahari sudah tidak terlalu panas. Penanaman bibit dilakukan dengan jarak 5 x 5 m atau disesuaikan dengan kanopi pohon induk dan lubang tanam berukuran 50 cm setelah itu bibit sebaiknya diberi tongkat kayu yang diikat kuat dengan tali agar tidak berpindah apabila terkena ombak laut.

  1. Pemeliharaan dan Perlindungan.

Setelah melakukan penanaman, perlu dilakukan pemeliharaan tanaman agar pertumbuhan tanaman terkontrol apabila kemungkinan terjadi kerusakan tanaman akibat serangan hama tanaman dan ombak laut sehingga apabila hal tersebut terjadi maka tanaman harus segera diganti dengan bibit baru.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.